16 Apr 2008

Tangkoko



deuh..binatangnya lucu yah..
imut lagi.. :p,namanya Tangkoko..


BITUNG, SENIN - Lansekap Tangkoko Duasudara (LTD) yang terletak di Kota Bitung, Sulawesi Utara, merupakan salah satu kawasan alam terakhir yang menawarkan suaka bagi penyusun alam hayati Sulawesi. Di LTD yang memiliki nilai sejarah alam penting ini, terdapat berbagai jenis satwa endemik. Endemik artinya satwa hanya dapat ditemukan di Sulawesi, tidak di temukan di tempat lain.

"Kawasan cagar alam Tangkoko ini harus dipertahankan terus, dan tidak boleh diganti menjadi hutan lindung atau kawasan apapun dengan target yang tidak jelas. Tangkoko adalah aset sejarah alam dunia," ujar Sulawesi Program Coordinator Wildlife Conservation Society (WCS), Indonesia Program, Johny Tasirin PhD kepada Kompas, Minggu (13/4).

Menurut Johny Tasirin, LTD memiliki nilai sejarah alam yang penting, karena di LTD terdapat terdapat berbagai jenis satwa, yakni 26 jenis mamalia (10 jenis endemik Sulawesi), 180 jenis burung (59 diantaranya endemik Sulawesi dan 5 endemik Sulut), dan 15 jenis reptil dan ampibi.

"Manguni (Otus manadensis ) yang menjadi simbol daerah Minahasa, ditemukan di LTD bersama 7 jenis manguni lainnya. Burung malam ini harus sharing habitat dengan belasan perambah malam lainnya termasuk tarsius, 7 jenis kelelawar," ujarnya.

Di LTD hutan tropis juga membentang dari tipe hutan pantai sampai hutan pegunungan dengan variasi jenis tumbuhan yang cukup kompleks. LTD adalah rumah dari monyet hitam Sulawesi (Macaca Nigra ) dan tangkasi (Tarsius Spectrum) yang adalah dua jenis primata asli Sulawesi Utara dengan nilai evolusi yang tinggi, kuskus beruang dan maleo yang berkerabat dengan satwa di Australia.

Di LTD terdapat empat kawasan konservasi yakni Cagar Alam Tangkoko, Cagar Alam Duasudara, Taman Wisata Alam (TWA) Batu Putih, dan TWA Batu Angus yang semuanya dikelola oleh Departemen Kehutanan.

Sehari sebelumnya, Johny hadir di Cagar Alam Tangkoko berdialog dengan Tim Ekspedisi Tangkoko, yang diprakarsasi Sulut Bosami Network. Kegiatan menjelajah sebagian Cagar Alam Tangkoko yang berlangsung selama dua hari (11-12 April 2008), diikuti sejumlah wartawan media cetak dan elektronik, peneliti, anggota Sulut Bosami Network, serta pemuda-pemuda yang tergabung dalam Kelompok Pencinta Alam Tarantula.

Selama di Tangkoko, peserta ekspedisi yang didampingi Dr Saroyo Sumarto, peneliti satwa liar di Sulut yang juga pengajar Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Unsrat Manado. Kegiatan ini diawali dengan diskusi tentang Tangkoko di alam terbuka, di kawasan Taman Wisata Alam Tangkoko.

Jumat (11/4) malam, Iwan Hunowu dari WCS, Indonesia Program dibantu anggota KPA Tarantula memasang jaring untuk menjerat kelelawar. Kelelawar yang tertangkap kemudian diidentifikasi bersama tim ekspedisi, kemudian dilepas kembali ke alam bebas.

Melihat Hantu

Belum puas rasanya jika berkunjung ke Tangkoko tanpa melihat Tangkasi. Tangkasi adalah nama lokal untuk Tarsius Spectrum. Binatang ini hanya ada di Sulawesi. Binatang yang tubuhnya hanya sebesar tikus ini merupakan primadona Tangkoko.

Tangkasi atau Tarsius adalah binatang nokturnal atau binatang malam. Waktu siang mereka tidur, malam-malam mereka berburu mencari makan. Oleh karena itu Tangkasi acap disebut sebagai binatang hantu. Wajahnya pun mirip hantu. Bentuk badannya kecil, mirip kera, tapi matanya besar. Saat siang, Tangkasi bersembunyi di balik dedaunan dan kerimbunan pohon. Begitu malam tiba mereka keluar dari sarangnya berburu kecoa, jenkerik, dan serangga kecil lainnnya. Matanya yang besar sangat tajam di kegelapan malam.

Sabtu (12/4) subuh, tim ekspedisi mengawali petualang dengan mencari binatang hantu ini. Tim bergerak mulai pukul 04.00 pagi. Setelah mendaki sekitar satu jam, peserta berhasil melihat dari dekat beberapa keluarga Tarsius, yang kembali ke pohon tempat tinggalnya. Usai melihat Tarsius, peserta melanjutkan penjelajahan dengan mencari dan mengamati puluhan monyet yang dikenal dengan sebutan yaki.

Koordinator Program Ekspedisi Tangkoko dari Sulut Bosami Network, Gina Kussoy menyatakan ekspedisi ini diharapkan dapat mendorong lahirnya pengelolaan kolaborasi kawasan konservasi Cagar Alam Tangkoko. (SON)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Tempat yang sangat menarik untuk melihat hidupan liar endemik Sulawesi.